Sabtu, 28 Mei 2011

Jasmine


Dear diary,


Cinta monyet, cintanya anak kecil dimana ada rasa suka terhadap lawan jenis. Jasmine, cinta masa kecilku, umurku sekarang 25 tahun, namaku Romy. Jasmine adalah adik kelasku ketika di SD.

SD
“Tendang bolanya Rom.”, teriak seorang temanku, dan ku tending bolanya tetapi meleset. Dari kejauhan ku lihat seorang gadis tersenyum melihat tendangaku yang meleset itu. Rupanya dia adik kelasku, selepas permainan bola selesai, ku hampiri dia, “Kenapa tadi tersenyum?lucu ya lihat tendangan ku yang meleset?”, tanya ku jutek padanya, “Gak kok, jangan galak-galak. Aku kan takut.”, ucapnya dengan muka seperti mau nangis, “Iya maaf, habis aku kesel banget sih.”, tambahku sambil menggaruk kepalaku. Dari situ, kami berkenalan, Jasmine namanya, kulitnya yang putih mulus serta parasnya yang cantik, bagai bidadari. “Aku beliin minum deh buat permintaan maafku.”, kataku kepadanya, “Gak perlu kok.”, jawabnya, “Udah, gak apa-apa kok.”, paksa ku kepadanya. Tiba-tiba datang seorang lelaki dengan badanya yang besar, “Kenapa dek?dia ganggu kamu ya?.”, ucap sang lelaki itu, “Gak kok kak, dia baik. Beliin aku minum.”, jawabnya kepada sosok itu, dan dia pun memperkenalkan ku kepada sosok itu. Dia adalah kakaknya, Riko namanya dan dia 1 tahun di atasku, alias dia adalah kakak kelasku. Kami pun semakin dekat, terkadang untuk mencari perhatiannya, aku berjalan di depan kelasnya, hanya sekedar lewat dengan curi-curi pandang mataku melihat ke arahnya. Namanya anak SD, malu-malu kucing jika orang bilang. Suatu ketika, ku beri dia sebuah celengan berbentuk doraemon, dan ku berikan padanya. “Makasih ya Rom.”, katanya sambil tersenyum. Yup, dia memang suka dengan doraemon. Saat itu, jam istirahat dan ku ajak dia mebeli jajan di kantin, “Mau cokalat gak?”, tanyaku, “Mau.”, jawabnya singkat, dan aku pun membelikannya coklat, “Kita bagi dua ya Rom.”, katanya padaku dan membagi coklat menjadi dua. Tahun demi tahun kulewati, dan hingga aku pun lulus SD. SMP, SMA, dan kuliah, ku tak tahu bagaimana Jasmine sekarang, karena semenjak lulus SD aku tak tahu kabarnya lagi.

Kuliah
Kuliah, buku-buku yang tebal, membuat mataku ini menjadi tebal pula. “Rom, betah banget loe jomblo?”, tanya Dika, temanku di kampus, “Jangan-jangan loe gak normal ya?”, candanya, “Sialan loe, gue masih pengen jomblo aja. Ntar kalo waktunya juga ada.” , jawabku padanya. “Tuh, liat cewek sexy Rom.”, katanya sambil menunjuk ke cewek yang di maksud, “Ah loe mah sexy mulu yang di lihat, hati coy yang penting.”, kataku, “Iye, tapi sexy juga penting bagi gue. Emang loe mau pacaran sama nenek-nenek yang berhati mulia?”, ucapnya, “Ya why not lagi”, kataku sambil ketawa, “Ah, aneh loe.”, katanya kemudian. Sexy itu bukan jaminan, sexy, coba bayangkan jika telah tua, ke sexyannya hilang. Tapi hati, selalu tak berubah, maksudnya selalu berbentuk tetap dari kita lahir hingga tua. “Bu, ayam penyet sama kopi susu satu bu.”, ucapku kepada ibu kantin, yah, saat itu kami berada di kantin, dan Dika sedang menemaniku, dia hanya mengepul-ngepulkan asap rokoknya sambil minum kopi pahit. Dika memang perokok, baginya asal ada rokok, makan gak penting, ntah bagaimana jika dia tua, mungkin penyakit telah menunggunya. “Rom, nonton basket yok habis nih?”, tanyanya dan aku pun menyetujui ajakannya. Di pertandingan basket antar kampus, dan saat itu sedang babak ke-2 atau half time yang dimana biasanya di isi dengan para cheerleders sebagai hiburan. “Gile, cantik-cantik banget ya.”, ucap si Dika, “Cantik mah bukan jaminan Dik, tapi..”, belum selesai ku bicara dan dia menyahut, “Hati lagi? tapi apa loe mau punya pacar yang jelek.”, katanya, “Yah gak maul ah, tapi face tuh bukan yang terpenting. Bagi gue tuh nomer yang keberapa.”, tambahku, “Yah serah loe deh Rom.”, katanya dan dia sambil matanya tertuju ke arah gadis-gadis cheers. Face, tak bisa di pungkiri memang yang di lihat pertama kali dari seorang pasangan adalah itu. Karena kenyataanya yang terlihat oleh mata kita adalah face, hati hanya bisa di rasakan.

Setelahnya, kami pergi mengisi perut karena hari telah sore. “Nasi goreng dua, sama es teh dua bu.”, ucapku kepada ibu warung. Dan lewatlah seorang gadis cantik, tetapi sayang tanganya buntung, “Tuh cantik, loe kan suka cewek cantik.”, kataku pada Dika, “Cantik si cantik, tapi sayang tanganya coy.”, katanya padaku, “Lah loe katanya cantik?masa sama kayak gitu gak mau? terus loe cari yang giman sih?.”, “Yah yang cantik dan perfect tanpa cacat.”, jawabnya, “Woy, gak ada yang perfect di dunia ini, kalo cara loe gitu, loe gak bisa terima seseorang apa adanya dunk. Loe kan gitu, fisik nomer satu.”, lanjutku dan dia termenung sebentar, “Hmm.”, “Mungkin kali ya, gue juga gak tahu.”, lanjutnya. Mengapa kita terkadang susah untuk menerima seseorang yang dengan kekurangan?, pikirku. Apa ada yang salah dengan mereka?, apa karena mereka tidak sempurna secara fisik seperti kita?. 

Semester demi semester kulalui dan akhirnya tiba di waktu kelulusan. Selepas lulus, Dika memutuskan membuka usahanya sendiri, dan aku berusaha melamar pekerjaan di sebuah bank swasta. Alhasil aku di terima di bank itu dan setahun sudah terlewati aku bekerja di bank.

Akhirnya....
Saat itu, pagi yang cerah dengan bersemangat aku berangkat ke kantor dan setibanya di sana, kesunyian yang kutemukan, mungkin aku terlalu pagi. Perputaran waktu, akhirnya perlahan satu demi satu memasuki kantor. “Maaf, saya orang baru disini, saya mutasi dari kantor cabang. Ruangnya manager di sebelah mana ya? saya mau melapor.”, kata si wanita itu, “Oh, disebelah sana.”, kataku sambil menunjuk ruang sang manager. Beberapa menit ia di dalam, dan setelahnya keluar di antar dengan sang manager dan berjalan menghampiri mejaku. “Rom, ini mutasi dari cabang, mejanya di sebelah kamu. Tolong bantu dia, karena dia masih baru disini.”, kata sang manager padaku. “Kenalin, nama saya Jasmine.”, katanya dengan sodoran tangan dan senyum, “Saya Romy.”, jawabku sambil menerima tanganya, “Jasmine ya, saya dulu punya teman bernama seperti kamu.”, imbuhku, “Saya dulu juga pernah punya teman bernama Romy, dia kakak kelas saya.”, katanya kemudian, dan aku pun terdiam sejenak, “Apa kamu pernah di kasih sebuah celengan dari kakak kelas kamu itu?”, tanyaku, dan dia pun terdiam berusaha mengingat, “Tunggu dulu, apa kamu jangan-jangan Romy yang dulu kasih aku celengan ya?”, “Berarti kamu Jasmine yang dulu aku kasih ya?”, “Iya, wah ketemu lagi ya Rom.”, katanya  dengan rasa bahagia. “Wah, setelah bertahun-tahun lamanya, kita ketemu lagi ya.”, kataku padanya, “Iya, lama banget, tapi biar gimana pun aku gak bisa lupa jaman SD loh. Kalo di ingat aku kadang ketawa sendiri.”, katanya, “Gila dunk kamu, habis ketawa sendiri.”, ucapku bercanda, “Ah bisa aja kamu nih.”, katanya sambil tertawa. Kami pun menjadi dekat kembali karena dia teman sekantor, jika jam istirahat tiba, kami makan siang bersama dengan bercerita tentang masa SD dan tantang kehidupannya. 

Jasmine, cantik dan baik, rambutnya yang panjang dan bergelombang bak ombak. Benih-benih yang orang bilang cinta telah tumbuh di hatiku ini hingga akhirnya, “Jasmine, tahu gak kau telah menumbuhkan bunga-bunga di hatiku hingga hatiku berbunga-bunga, mau kah kau menjadi kekasihku?”, kataku padanya di suatu taman, “Rom, tahu gak, aku juga suka kamu sejak kita di SD. Masa iya aku mau nolak pangeran SDku sih.”, ucapnya padaku. Dan akhirnya, kamipun menjadi sepasang kekasih, cinta monyet yang orang-orang bilang kini menjadi cinta bukan monyet, karena dulu masih kecil dan sekarang telah dewasa. Jasmine yang berarti bunga melati, dan sesuai dengan namanya, dia telah menumbuhkan bunga di hatiku, bunga melati yang indah di hatiku.

Romy,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gwe-Store