Senin, 23 Mei 2011

Tanpa judul

Dear diary,


Ini kisahku dimana saat itu aku duduk di bangku kuliah dan umurku saat itu 20 tahun. Martin itu lah nama yang di berikan orang tuaku padaku.

2000
“Maaf pak, saya telat masuk.”, kataku kepada sang dosen, “Maaf, maaf, saya tahu kamu telat masuk. Tidak ada yang perlu di maafkan, sekarang kamu keluar pintu dan pulang.”, kata sang dosen dan dengan tegasnya menyuruhku untuk tak mengikuti kelas. Yah, terpaksa aku ke kantin kampus, daripada kesel mikirin hal tadi aku putusin makan mie ayam. Ku duduk di pojok, “Gak ada kelas loe?”, ucap seorang cowok sambil memukul pundakku, “Eh loe Gus.”, kataku sambil menoleh padanya, “Gue telat, terus di usir deh gak boleh ikut kelas.”, imbuhku, dan Agus pun tertawa. Agus adalah temanku di kampus. “Eh, loe jomblo kan?”, “Iya, mang napa Gus?”, “Nih, gue kenalin temen gue.”, katanya sambil nunjukin foto teman ceweknya. “Wah, boleh juga tuh Gus”, ucapku padanya, “Minta nomer HPnya dunk.”, pintaku dan dia pun memberikan nomer HP temannya itu. Ku Tanya kenapa dia mengenalkan cewek itu kepadaku, dia bilang bahwa dia kasihan yang lihat aku menjomblo. Yup, aku memang terkadang selalu mengeluh karena aku yang jomblo, sebagai lelaki normal, aku juga ingin memiliki yang namanya pacar. Entah kapan tepatnya aku lupa, ku berkata pada Agus, “Gus, gue pengen deh pacaran. Napa gak ada yang mau sama gue ya?”, “Pacaran?pacaran aja sama gue, gue mau kok.”, ucapnya sambil tertawa. Begitulah tingkah si Agus. Kembali lagi ke teman cewek si Agus, setelah dia memberikan nomer HPnya, ku langsung SMS kepadanya dan alhasil dia pun membalas SMS, akhirnya kami pun berkenalan. Pertama jika ada SMS dari orang yang baru di kenal, pasti menanyakan tau darimana nomernya dan hal itu yang di Tanya si Mona, cewek yang Agus kenalkan ke diriku. Ku jawab apa adanya, bahwa aku tau nomernya dari Agus dan kujelaskan bahwa dia adalah temanku. “Tin, gue masuk dulu ya. Ada kelas nih.”, kata Agus padaku sambil bergegas meninggalkan tempat duduknya.

Setelahnya, kulihat jam di HPku, dan saatnya masuk kelas manajemen keuangan internasional. Yup, aku kuliah di jurusan manajemen. Selepas pelajaran usai, ku sempatkan diri mengisi perut yang sedang ‘bernyanyi’. Karena kampusku dekat dengan restaurant cepat saji, maka ku pergi ke restaurant tersebut. Iseng-iseng, ku SMS lagi si Mona, cewek yang tadi Agus kenalkan ke diriku. Ku ajak Mona untuk ketemu di restaurant yang aku berada sekarang, dan dia pun mau. 30 menit lewat, 45 menit dan akhirnya 1 jam, dan kulihat sesosok seperti Mona dan untuk memastikannya ku telpon dia, “Mon, loe pake baju biru ya?”, tanyaku di telpon, “Kok tau?emangnya loe tau muka gue?”, sambung si Mona, “Tau dunk, tadi si Agus nunjukin foto loe kok.”, imbuhku dan sesudah kupastikan, ku beranikan diri menghampirinya. “Mona, gue Martin yang tadi.”, “Eh loe Martin.”, katanya sambil bersalaman denganku. “Dah makan Mon?”, tanyaku basa-basi, “Belum sih.”, jawabnya singkat, “Oh, ya udah ayok makan bareng. Gue traktir deh.”, kataku, padahal sebenarnya selama menunggunya aku sudah makan, tapi buat basa-basi lagi ya akhirnya kupesan makan lagi. Dia baik, dan mudah bergaul sepertinya. Kami pun membicarakan seputar perkuliahan, karena kebetulan kami di jurusan yang sama hanya beda kampus. “Waduh Tin, gue harus balik nih.”, ucapnya padaku,”Oh ya udah kalo gitu.”, kataku kemudian.

Kemudian, hari-hari setelahnya, kucoba SMS atau pun telpon HPnya mati. “Eh, gimana sama si Mona?”, Tanya Agus padaku sambil berbisik, karena saat itu kami berada di kelas, “Gak tau Gus, HPnya mati.”, jawabku, “Loe kenal deket gak sih sama dia?”, lanjutku, “Hehehe, gak begitu Gus, gue aja kenal dia dari temen gue.”, katanya sambil tersenyum, “Ya ampun, gue kira loe kenal deket.”, kataku, “Itu yang di belakang, ini bukan tempatnya bergosip ya.”, kata sang dosen sambil menunjuk tangannya ke arah kami berdua, “Maaf pak.”, kata kami berdua. Semester demi semester telah terlewati dan tentunya semester pendek yang aku ambil pun juga demikian. Hingga akhirnya hari kelulusan pun tiba, “Gus, gak sangka ya kita udah lulus.”, ucapku bangga, “Iye, padahal kita banyak ikut semester pendek. Akhirnya lulus juga.”, jawabnya. Masa wisuda telah terlewati, tahun demi tahun juga berganti dan dunia pekerjaan siap kami hadapi.

2005
Kini Agus telah bekerja di bank swasta, dan aku bekerja di perusahaan asing. Selepas pulang kantor, aku pergi ke restaurant cepat saji mengisi perut ini. Setibanya disana, kebetulan seluruh tempat hampir penuh, hanya ada beberapa tempat duduk, setelah ku pesan makan, ku cari tempat duduk dan kebetulan ada seorang wanita duduk sendiri, dan aku langsung saja menghampirinya, “Maaf, boleh saya duduk?”, kataku pada si wanita tersebut, “Silahkan.”, jawabnya singkat sambil senyum. Setelah ku selesai makan, kusempatkan sebentar untuk mengobrol dengan wanita itu. “Kerja dimana?”, tanyaku, “Aku kerja di bank.”, jawabnya, dan kami pun mengobrol seputar dunia pekerjaan dan, “Oh ya, kita lupa nih belum kenal nama. Aku Martin.”, kataku sambil ku sodorkan tanganku, “Oh ya, aku Mona.”, katanya sambil menerima sodoran tanganku, “Mona ya? Aku dulu juga punya temen namanya Mona.”, tambahku, “Tunggu dulu, perasaan aku ingat sesuatu deh.”, katanya sambil mengingat sesuatu, “Kamu pernah punya temen namanya Agus gak?”, tambahnya, “Iya, kamu ini Mona temannya Agus ya?”, kataku pada si Mona, “Iya, ya ampun. Kok bias gak sadar ya kita, ternyata kita udah saling kenal.”, ucap Mona sambil tertawa. Setelah bertahun-tahun, akhirnya Mona yang dulu aku cari kembali ku temukan. Dia pun bercerita bahwa dia waktu itu ganti nomer HP serta ganti HP, alhasil seluruh kontak HPnya hilang. Aku pun meminta nomer HPnya yang sekarang, dan dia pun memberikannya. “Kamu berubah banget ya Tin.”, “Sama, kamu juga Mon.”, kataku kemudian. “Mon, kok bisa ya cahaya bulan ada di matamu yang indah”, kataku padanya sambil tersenyum, “Ah kamu nih bisa aja.”, katanya tersenyum balik kepadaku, dan beberapa menit kemudian, “Tin, aku balik dulu ya, mau istirahat nih.”, katanya, “Oh ya deh.”, sahutku.

Setelah pertemuan kembali dengannya, kami menjadi dekat. Kadang kami janjian makan di tempat restaurant cepat saji yang biasa kami kunjungi. Yah, memang kita tak akan pernah tau akan gimana kita, kalau di ingat kembali dimana aku pertama bertemu dengannya di tahun 2000, sungguh berbeda dengan sekarang ini dan si Mona pun juga demikian. Di tambah pula, ku tak mengenali wajahnya, karena memang dia sudah berubah, bisa di bilang semakin cantik. Untung saja Mona belum memiliki pasangan, dan aku pun demikian. Ku beranikan diri untuk PDKT denganya, karena aku telah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri maka ku sering mengajaknya keluar untuk nonton atau hanya sekedar makan. Aku bingung ingin membelikannya apa, karena dia sendiri juga telah berpenghasilan dan tak mungkin aku membelikannya boneka. Kedekatan kami menimbulkan benih-benih yang kadang orang takut untuk terluka karenanya. Yup, cinta, sepertinya aku telah jatuh cinta kepadanya, beberapa hari ini aku terus memikirkanya. Dan akhirnya keberanikan diri, ku belikan dia setangkai mawar, dan tepatnya di sebuah taman, “Mon, ini adalah setangkai mawar merah, dan kuharap kau menaruh mawar merah ini di hatimu. Maukah kau menjadi kekasihku?”, kataku, “Oh Martin, kamu romantis banget.”, ucapnya dan dia terdiam sejenak, “Mawar ini akan kutaruh di hatiku ini, dan akan kujaga tetapi kau harus menjadi penjaga hatiku.”, katanya kemudian. Dan dia pun meneriama cintaku, dan di umurku yang kini 25 tahun, Mona yang dulu hilang kini ku temukan sebagai ratu di hatiku. Mona, ku mencintaimu, dan ku jaga hatimu selalu.

Martin,


By Gawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gwe-Store